Friday, 16 May 2014

Belajar peradaban Islam Di Eropa ( 99 cahaya di langit Eropa )

 Aku teringat kata sahabat Ali RA:
Wahai anakku! Dunia ini bagaikan samudra di mana banyak ciptaan ciptaan Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutanmu pada Allah sebagai kapal kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu; dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan.(Ali bin Abi Thalib RA)


(Aku mengucek-ucek mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit lagi saja hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm di Museum Louvre akan berdering-dering. Aku menyerah. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu. "Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah, Hanum," ungkap Marion akhirnya.) 
**Hanum salsabiela

Ya satu kataku dalam hati Amazing
buku ini begitu luar biasa mengungkap sejarah Islam di salah satu benua terbesar di dunia ini, dan begitu besar pengaruh Islam di Eropa hingga bisa seperti sekarang.

Apa yang Anda bayangkan jika mendengar "Eropa"? Eiffel? Colosseum? San Siro? Atau Tembok Berlin?
Bagi Hanum, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhur, peradaban keyakinannya, ISLAM.

Novel dari putri Amien Rais ini bercerita tentang perjalanan sebuah "pencarian". Pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua ini.

Buku ini berawal dari kota Vienna yang juga menjadi kota lahirnya pemusik dunia Schubert dan  John Strong sementara Mozart dan Beethoven, memilih hidup di kota ini, menciptakan music klasik yang melegenda sepanjang masa, rasa cinta yang membawa mereka ke kota ini, demikian juga Hanum, dia pikir hidup dikota ini dengan suaminya Rangga Almahendra yang dapat beasiswa S3 di negeri ini merupakan sesuatu yang menyenangkan dan manis untuk di jalani, ternyata semua tidak semudah yang mereka bayangkan, tapi dari negeri itulah Hanum dan suaminya mengenal Islam dan 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan oleh Islam di benua ini.

Mereka merasakan hidup di suatu negara dimana Islam menjadi minoritas. Pengalaman yang makin memperkaya spiritualnya untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda, tinggal di Eropa selama 3 tahun adalah arena menjelajah Eropa dan segala isinya. Hingga akhirnya mereka menemukan banyak hal lain yang jauh lebih menarik dari sekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San Siro, Colloseum Roma, atau gondola gondola di Venezia. Pencarian mereka telah mengantarkanku pada daftar tempat-tempat ziarah baru di Eropa. Hanum tak menyangka Eropa sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam. 

Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan keduanya penuh pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Hanum merasakan ada manusia-manusia dari kedua pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya.

Pertemuannya dengan perempuan muslim di Austria, Fatma Pasha telah mengajarkannya untuk menjadi bulir-bulir yang bekerja sebaliknya. Menunjukkan pada Eropa bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam. Sebagai Turki di Austria, Ia mencoba menebus kesalahan kakek moyangnya yang gagal meluluhkan Eropa dengan menghunus pedang dan meriam, ya dia adalah Kara Mustofa. Kini ia mencoba lagi dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan dalamnya samudra kerendahan hati.

Hanum dan Fatma mengatur rencana. Mereka akan mengarungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia Spanyol hingga ke Istanbul Turki. Dan entah mengapa perjalanan pertamanya justru mengantarkannya ke Kota Paris, pusat ibukota peradaban Eropa.

Di Paris dia bertemu dengan seorang mualaf, Marion Latimer yang bekerja sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris. Marion menunjukkan kepada Hanum bahwa Eropa juga adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya. Marion membukakan mata hatinya. Membuat dia jatuh cinta lagi dengan agamanya, Islam. Islam sebagai sumber pengetahuan yang penuh damai dan kasih.

Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame hingga Les Invalides semakin membuatnya yakin dengan agamanya. Islam dulu pernah menjadi sumber cahaya terang benderang ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika dakwah bisa bersatu dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan teror atau kekerasan

Yang membuat saya juga kagum adalah ketika seorang mualaf itu membawanya ke sebuah gerbang kemenangan yang di sebut Arc de Triomphe Terletak antara Pariser Platz dan Platz des 18. März dan merupakan satu-satunya gerbang yang tersisa yang sebelumnya pintu masuk ke Berlin. Satu blok ke utara berdiri Reichstag. Gerbang ini mengawali pemindahan Unter den Linden, jalan terkenal dengan pohon linden yang mengarah langsung ke kediaman kerajaan. Diusulkan oleh Friedrich Wilhelm II sebagai simbol perdamaian dan dibangun oleh Carl Gotthard Langhans sejak 1788 hingga 1791.

Tapi yang perlu di garis bawahi, berdirinya gerbang itu diatas semuanya ada di jalan yang lurus atau garis lurus ke arah timur dan semuanya adalah ide Napolean setelah melakukan ekspansi dari mesir, nah jika kita tarik garis lurus ke arah timur, akan ditemukan sebuah bangunan yang paling impresive dimuka bumi ini, ya bangunan itu adalah pusat kiblat semua umat Islam , Ka'Bah.

Amazing bukan !!!
Arc de Triomphe
Arc de Triomphe

Perjalanan Hanum menjelajah Eropa adalah sebuah pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan oleh Islam di benua ini. Cordoba, Granada, Toledo, Sicilia dan Istanbul masuk dalam manifest perjalanan spiritual dia selanjutnya.

Saat memandang matahari tenggelam di Katedral Mezquita Cordoba, Istana Al Hambra Granada, atau Hagia Sophia Istanbul, Hanum bersimpuh. Matahari tenggelam yang aku lihat adalah jelas matahari yang sama, yang juga dilihat oleh orang-orang di benua ini 1000 tahun lalu. Matahari itu menjadi saksi bisu bahwa Islam pernah menjamah Eropa, menyuburkannya dengan menyebar benih-benih ilmu pengetahuan, dan menyianginya dengan kasih sayang dan toleransi antar umat beragama.

Akhir dari perjalanan Hanum selama 3 tahun di Eropa justru mengantarkan pada titik awal pencarian makna dan tujuan hidup. Makin mendekatkannya pada sumber kebenaran abadi yang Maha Sempurna.

Dan satu lagi yang membuat saya hingga hampir kembali terkejut setelah Hanum berkata
 " Berarti pengaruh kebangkitan Islam di budaya Eropa besar sekali ya ? saharusnya Eropa berutang budi terhadap peradaban Islam " this right....

"Ya semua itu semakin meyakinkan diriku, bahwa tidak bisa di sangkal lagi bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang sangat menakjubkan dan yang bisa membawa suatu bangsa menjadi lebih baik "

Mari jadi Agent Islam yang baik tidak perlu jauh-jauh ke Eropa, tapi mari kita bangun bumi Nusantara kita ini akan tegaknya Peradaban ISLAM itu.

ALLAH HUAKBARRRR ...

No comments: