KUATKANLAH
PERKARA YANG BENAR "
JANGAN BENARKAN YANG KUAT
JANGAN BENARKAN YANG KUAT
Status salah seorang akhwat di salah satu media sosial, yang tergabung dalam sebuah golongan agama tertentu membuat saya termenung dan berfikir, karena didalamnya terdapat unsur keterpihakan dalam suatu mazhab tertentu, hal itulah yang nantinya akan menjadi suatu hal yag baik tapi berakibat sebagai pemecah belah sebuah dien, niatnya begitu bagus tapi politik dakwahnya saya anggap kurang pas dengan tempatnya, dan mungkin sangat kurang obyektif. Memang polemik tentang jilbab selalu
menimbulkan kontroversi dalam tradisi hukum Islam. Jilbab selama ini diyakini
sebagai sebuah dogma kewajiban agama oleh mayoritas umat Islam yang bersifat Qaţ’ī.
Para mufassir klasik menafsirkan jilbab adalah sebuah perintah Allah Swt dan
Rasulullah Saw yang wajib dilaksanakan oleh perempuan muslimah. Jika tidak,
maka termasuk dosa besar yang melanggar ketentuan hukum Tuhan.
Namun, pada era kontemporer ada sebagaian
pemikir (ulama) yang justru berbeda pemikiranya dengan ulama klasik dalam
menafsirkan ayat jilbab. Mereka justru meyakini jilbab hanyalah sebuah bentuk
tradisi yang hanya berlaku dimasa Rasulullah Saw, yang bersifat zannī.
Dimana jilbab dibentuk oleh tradisi yang melingkupinya, yaitu Arab, yang
menjadi tempat diturunkannya ayat jilbab. Para pemikir kontemporer yang
berpandangan jilbab hanyalah sebuah tradisi Arab diantaranya, Said al-Asymawi,
Muhammad Shahrur, Qasim Amin, Fedwa al-Guindi, Quraish Shihab dan K.H Husein
Muhammad.