Salah satu ide yang amat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat
Islam saat ini adalah ide ‘Demokrasi’. Sedemikian sakralnya ide
Demokrasi, sampai-sampai segala bentuk keburukan, kedzaliman senantiasa
identik dengan istilah : ‘tidak demokratis’. Dan sebaliknya, seakan-akan
setiap sesuatu yang ‘demokratis’ (menerapkan nilai-nilai demokratis)
itu pasti baik. Demokrasi menjadi tolok ukur yang amat besar pengaruhnya
dalam masyarakat, khususnya dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakatan.
Maka jika sesuatu itu dibumbui dengan kata ‘demokrasi’, jadilah ia
istilah yang dapat diterima oleh masyarakat; bahkan terkesan ‘harus’
diterima oleh masyarakat.
Sehubungan dengan demokrasi ini pula, untuk mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi, pemilihan anggota parlemen di suatu negeri, bahkan di negeri-negeri Muslim, menjadi wahana untuk memberikan kesempatan pada rakyat dan partisipasi, untuk merumuskan hukum dasar dan haluan negara (Terbit, 2 April 1996). Wahana ini –lanjut Munawir Syadzali– adalah wahana politik dari sistem demokrasi berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat. Dari sinilah kita paham bahwa salah satu ide paling mendasar dari isu ‘demokrasi’ adalah : ‘kedaulatan hanyalah milik rakyat semata’ . Wujud dari kedaulatan rakyat bisa dalam bentuk langusng maupun tak langsung. Yang jelas dalam hal ini rakyatlah pemilik kedaulatan tertinggi sekaligus pemilik kekuasaan.