Saturday 1 March 2014

Intelektual Frofetik


Rabu, 26 feb 2014
tepat di tanggal ini saya memulai kembali diskusi-diskusi dengan kawan di Ruang Diskusi NHIC UNS
meskipun di awali dengan penyakit yang sudah tak asing lagi untuk saya yaitu waktu ngaret hehehe

diskusi ini adalah sebagai grand opening ICES " Islamic Civilization Engineering School " atau dapat di artikan sekolah rekayasa perdaban islam, seneng rasanya bisa ketemu dengan kader" yang luar biasa dengan bahasa intelektualnya dengan basis filosofis juga nilai-nilai keislaman dengan gaya nasionalisme, juga tetep dengan dasar epstimologi paradigma gerakan KAMMI yang memang sebagai bahan acuhan atau dasar diskusi kami, diskusi mengangkat tema tentang INTELEKTUAL FROFETIK atau sering didefinisikan gaya pemikiran kenabian, yang sangat kuat dengan membahas pro kontra di dalamnya karena terdapat gerakan mensimulasikan naluri rasionalitas dan naluri wahyu.

At Tauhid wat Tawakal

(Hassa)

Hari ini saya selesai membaca buku At Tauhid wat Tawakal yang dibahas oleh Syekh Zuhair Syafiq al Kubbiy. Buku ini membahas mengenai pemikiran Imam Al Ghazali mengenai tawakal itu sendiri.
Menarik ketika Al Ghazali memaparkan mengenai bagaimana keyakinan itu didapatkan. Baginya, keimanan merupakan pembenaran, setiap pembenaran yang dilakukan oleh hati adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam intensitas yang kuat itu akan menjadi keyakinan. Akan tetapi, gerbang keyakinan sangat banyak, maka disini Al Ghazali mengambil satu bentuk keyakinan yang diatasnya bisa dibangun konsep tawakal, yaitu: tauhid.

Tauhid merupakan sebuah konsep pokok yang akan menjadi ilmu pembuka rahasia transedental. Menurut Al Ghazali, ada empat strata dalam tauhid. Pertama, tauhid seorang manusia yang mengucapkan kalimah syahadat akan tetapi hatinya lalai dalam ucapan itu. Ini disebut munafik. Kedua, jika hatinya membenarkan arti dari perkataan tersebut sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin pada umumnya. 

Akhirnya Jatuh Juga

Hemttt...
sekali lagi aku rindu pada sebuah kebebasan, aku yang biasanya ingin sekali membuat sebuah perubahan tapi yang di dapat hanya emosional yang terkadang tidak rasional, aku t,k bisa setegar itu, ketika harapan hanya sebuah mimpi kini ku coba untuk meluapkan pada tulisan2 ku yang mungkin sebenernya t,k berguna.

aku hanya ingin sebuah apresiasi tanpa batas tanpa sebuah hujatan dan kritik yang seharusnya memang tak pantas aku dengar aku ingin meluapkan semua intelektualku yang hanya sebesar biji kendongdong.
epstimologi yang kadang membuat saya bingung untuk apa semua dilakukan, aku rindu dengan sebuah kekesalan yang dulu dapat aku katakan di usiaku yang masih t,k mengenal apa itu dimensi peradaban

kesal sungguh kesal bahkan aku t,k mengerti seperti apa itu kejayan atau hanya kepuasan dan kembali lagi pada sebuah pengakuan diri tapi tidak , semua ini t,k pernah ada dalam fikiranku .

dan akhirnya mata ini selalu bisa mengeluarkan air kegelisahan jika harus berbicara tentang koletifitas sebuah pendidikan non formal yang mengkaji sebuah definisi ilmu pengetahuan yang subjektif atau obyektif
hanya sekedar mencoba untuk dapat di masukan nilai-nilai islam di dalamnya

tapi .... tapi... dan tapii ahh entahlah mungkin yopie adalah yopie dengan sikap idelisme dan egoisnya yang selalu dapat mudah untuk membuka sebuah embrio permasalahan dalam sebuah komunikasi tanpa arah
ya meskipun terkadang arahnya jelas tapi t,k beberapa lama hanya nihilisme yang di dapat
untuk sekali lagi aku bilank aku sangat bingung


Antara Eksistensi

Merabat luas orang-orang berlomba dalam sebuah keyakinan untuk dirinya, bersamaan dengan sebuah logo yang mereka ikuti, kami bingung pada sebuah pertanyaan dengan jawaban yang katanya mereka ini pejuang sebuah pergerakan untuk Rakyat.

Apakah setiap orang begitu membutuhkan pengakuan ? tanya ku pada seorang kawan.

mereka terbalut dalam generasi tanpa arah, apa yang sebenarnya mereka cari, awalku belum mengenal arti pengakuan, ku pikir sangat idealis tentang sebuah eksistensi diri mereka masing-masing.

tapi aku mencoba berfikir sejenak tentang sebuah kepuasan akan pengakuan sama sekali tidak abadi semuanya hanya akan terhitung dengan detik-detik waktu yang akan berhenti layaknya jam dinding yang telah habis baterainya.

hari ini saya berfikir bagaimana dapat mengerti jati diri, ketika sebuah perjuangan hanya di hargai dengan sebuah eksistensi atau pengakuan, tapi setidaknya kita bisa mencari tau diri masing-masing dengan sebuah akal atau emosional, yang sedang terjadi saat ini harapan pengakuan akan datang lebih lama
bersamaan dengan ideologi yang di punya, atau setidaknya kita dapat berkaca dari sebuah pengakuan tentang beragam kehidupan yang ada.

ya sekedar omong kosong saja, jika di tanya tujuannya dan siapa anda pasti juga
akan bingung jawabnya.